Hit enter after type your search item

Di Balik Produk Uniknya, Ada Banyak Cerita dan Pelajaran Berharga dari Dalivanpicasso

/
/

Dunia ini terlalu membosankan kalau yang kita lakukan tiap hari cuma melakukan hal yang sama tanpa mencoba, mendengar, melihat, atau belajar sesuatu yang baru. Go out there! Carilah sesuatu yang baru yang menarik perhatianmu dan bisa membuatmu belajar tentang luasnya dunia, paling tidak duniamu sendiri. Ada sangat banyak hal yang bisa kamu temukan di luar sana dan menunggumu.

Itulah satu dari beberapa hal yang saya pelajari dari Vincent Anthony, pendiri . Jauh sebelum ia mulai membuat pin bergaya piksel dan menjadikannya produk handmade unik dan keren seperti topi snapback, gulungan charger atau earphone, dan juga casing smartphone, Vincent yang saat ini berusia 24 tahun punya banyak hal keren yang bisa diceritakan. Yes, tentunya termasuk bagaimana Dalivanpicasso yang ia dirikan terbentuk (karena itu saya menulis artikel ini).

Seriously, dude’s awesome, dan saya sendiri juga belajar banyak hal dari ceritanya.

Dimulai dari Menjelajahi Berbagai Macam Hal

Sejak awal, Vincent memang suka mengenal dan mempelajari hal baru yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Itu jugalah yang menjadi alasannya mendalami bidang seni dan kuliah di jurusan DKV. Ia juga suka dengan hal-hal yang tidak biasa dan unik. Itulah yang membuatnya suka dengan hampir semua jenis karya seni mulai dari lukisan yang super klasik sampai video modern. Itu jugalah yang membuatnya sering berkunjung ke galeri seni dan art space.

Tapi tidak cuma sampai di situ, ia juga selalu berusaha mendalami tiap karya seni yang dilihatnya.

Art itself have been created primarily for aesthetic and intellectual purposes and judged for its beauty and meaningfulness. Inilah yang membuat saya mengembangkan cara berpikir saya untuk mencoba mengerti dan menebak cara pandang atau apa yang ada dipikiran seniman dalam membuat sebuah karya mereka yang ditampilkan. Tujuannya untuk mendapatkan satu pandangan tersendiri dari sisi seniman tersebut,” ujarnya menjelaskan kesukaannya terhadap karya seni.

Kesukaannya, dan juga caranya mendalami karya seni membuat Vincent selalu berusaha untuk punya pemikiran yang berbeda dari pemikiran umum.

Tapi kebiasaan Vincent untuk mempelajari hal baru, mencari tahu sudut pandang segala sesuatu yang unik yang ditemukannya tidak cuma berhenti di karya seni saja. Semenjak menyaksikan video seseorang yang melakukan backpacking ke berbagai tempat, ia menjadi terpicu untuk melakukan backpacking. Alasannya bukan karena ikut-ikutan atau supaya terlihat keren. “Saya suka membuka diri dan cara berpikir saya dengan menerima cerita atau pandangan hidup dari orang lokal yang saya temui ketika backpacking. Ini sangat berpengaruh untuk melihat cara padang yang berbeda karena hidup ini terlalu sempit dilihat dari sisi pandang kita sendiri.”

And that’s what he did. Tiap kali melakukan backpacking, Vincent selalu memilih untuk tidak membuat itinerary atau rencana perjalanan sama sekali. Bukan cuma sekedar rencana “mau ke mana”, tapi sampai tempat tinggal tidak pernah ia rencanakan. Ia lebih memilih untuk menginap di rumah penduduk lokal. “ Tujuannya agar saya bisa mendengar cerita dan pengalaman hidup mereka, mempelajari budaya dan tradisi mereka, dan cara berpikir mereka. _ Plus I love to meet strangers.”

Ia sendiri memang baru berkunjung ke beberapa tempat saja, yaitu Yogyakarta, Malaysia, dan Thailand. Tapi dari semua perjalanannya itu, ia selalu mendapat pengalaman menarik dan tentunya pelajaran yang sangat berharga dari orang-orang yang ia temui dan ajak ngobrol. Di Yogya, misalnya, ia ditemani berkeliling oleh teman yang awalnya adalah orang asing dan literally baru ia temui saat itu.

Di sana ia mendapat kesempatan untuk ngobrol dengan salah satu Abdi Dalam di keraton Yogya, dan tentunya saling bertukar cerita dan mendapat nasihat berguna. “Hal yang paling berkesan adalah ketika saya bertanya seperti apa pengertian sukses di matanya, ia menjawab ‘sukses adalah ketika masa lalumu bisa membuatmu tersenyum saat mengenangnya kembali,’” ujarnya.

Masih banyak lagi cerita-cerita dan pengalaman menarik yang ia peroleh dari perjalanannya, termasuk nekat pergi ke luar negeri sendirian tanpa melapor orang tua, menggunakan pesawat internasional di tengah isu keamanan penerbangan internasional tiga tahun lalu, harus memutar otak untuk lolos dari interogasi petugas bandara, sampai berkelana sendirian di luar negeri hanya dengan modal peta yang diambil dari hostel.

But you got the point. Traveling bukan hanya sekedar datang ke suatu tempat, melihat-lihat, memotret berbagai macam lokasi yang menjadi landmark, lalu memperlihatkannya di Instagram. There’s much more than that kalau kamu memang mau menjelajahi lebih jauh lagi, dan berinteraksi satu sama lain dengan orang-orang yang ada di sana.

Anyway, itulah sedikit mengenai Vincent. Dude’s crazy, but awesome at the same time. Crazy awesome? Sort of.

Keluarga Baru Sebelum Dalivanpicasso

Saat ini, Vincent masih bekerja full-time sebagai Creative & Art Director di sebuah agensi di Jakarta, dan menjalankan Dalivanpicasso sebagai sampingan pretty much hanya berdua dibantu adik perempuannya yang mengurus transaksi dan administrasi. Tapi Dalivanpicasso sendiri baru berdiri di bulan November tahun lalu. Sebelumnya, di samping travelling, ia juga sempat mencoba merintis usaha lain bersama lima seniornya ketika bekerja di sebuah kantor yang bergerak di bidang retail di Jakarta.

Karena masalah internal, Vincent dan tiga seniornya yang bekerja di kantor yang sama berhenti. Berlima, mereka ingin mencoba mendirikan usaha sendiri. Awalnya, ide usaha mereka adalah membeli ilustrasi, doodle, atau karya lokal lain yang mereka anggap bagus, kemudian dijadikan produk dalam bentuk yang berbeda. “Motivasi kami pada awalnya ingin membangun sebuah komunitas bagi para seniman, khususnya ilustrator yang kebanyakan anak muda. Mereka layak dihargai sama dengan ilustrator di luar negeri, dibayar dengan harga yang benar, dikenal oleh masyarakat, dan memberikan edukasi seni itu seperti apa.”

Ide mereka tentunya memakan biaya yang tidak sedikit. Tapi mereka ingin mencari modal itu dari usaha mereka sendiri, bukan dari investor. “Ini merupakan perusahaan yang kita iseng pengen coba dan mengerti untuk kami sebagai orang muda ingin memulai usaha,” ujarnya. Karena itu, untuk mengumpulkan modal usaha, mereka membuat jasa promosi, logo, website, dan app interface ke klien/perusahaan yang ingin dibantu. Targetnya, dalam setahun mereka sudah bisa menutupi modal dan biaya usaha utama mereka melalui jasa ini.

Sayangnya, setelah setahun, mereka cuma bisa mengumpulkan setengah dari jumlah yang mereka perlukan. Tapi tak satupun dari faktor kegagalan mereka berasal dari pertikaian diantara salah mereka berlima. Malah, dari usahanya berlima, ia juga mendapatkan banyak hal yang berharga.

“Sampai sekarang setiap dari kita saling support. Mereka sudah seperti keluarga bagi saya, apalagi saya yang paling kecil. Saya juga berterimah kasih karena mereka sudah menjadi senior, teman, mentor, and advisor untuk saya. Kami sudah berpisah, beberapa dari mereka sekarang sudah menikah punya anak, beberapa masih mengejar karir, dan saya juga mengejar impian saya. Tapi hubungan kami masih berlanjut dengan sangat baik dan saya boleh katakan erat!”

“Apa yang saya pelajari dari mereka sangat banyak, dari segi skill mereka mengajarkan saya editing, Photoshop, Illustrator, fotografi, marketing, promosi, sales, dan masih banyak lagi. Tapi yang paling berharga adalah pelajaran hidup, bagaimana mereka mengatasi masalah, apa itu artinya sebuah senyuman dan kegagalan, apa artinya kekeluargaan dan kebersamaan. Salah satu dari mereka juga pernah mengatakan ‘Just go for it and give it a try! You don’t have to be a professional to build a successful company. Amateurs started Facebook, Snapchat, Google and Apple. Professional built the Eiffel tower.’”

Dalivanpicasso

Di sela-sela mencoba menjalani usaha tersebut, Vincent juga sering mengikuti berbagai lomba, baik itu lomba desain atau non-desain. Dari situ, ia iseng mencoba berkreasi, membuat sebuah pin berbentuk karakter lucu bergaya pixel yang dibentuk dengan plastik akrilik berukuran kecil. Awalnya, pin ini ia buat hanya untuk diri sendiri, untuk bergaya dan dipamerkan ke teman-temannya. Melihat saat itu snapback sedang populer, ia memutuskan untuk membuat pin tersebut menjadi emblem untuk topinya.

Ketika mencoba memakai topi tersebut saat hangout dan kegiatan lainnya, banyak temannya yang suka dan tertarik dengan topi tersebut. Dari situ, dengan uang yang ia sudah simpan sebelumnya sebelumnya, dan berbagai macam inspirasi yang ia jumpai di internet, ia ingin mencoba menjadi entrepreneur. Ia juga cukup yakin bahwa topi dengan emblem unik yang ia miliki ini adalah produk yang cukup unik dan sulit ditemui di pasaran. Dengan keunikan tersebut, ia berharap siapapun yang memakainya bisa percaya diri dan tampil beda, memperlihatkan siapa diri mereka sebenarnya. “Kami ingin Dalivanpicasso menjadi partikel “ego” Anda, untuk mewujudkan keunikan dari setiap karakter snapback.” Well, sedikit banyak mencerminkan kepribadiannya sebagai individu.

Sejak itulah usaha pertama yang ia rintis sendiri berdiri, dan ia beri nama Dalivanpicasso, gabungan dari tiga seniman yang sangat ia sukai: Salvador Dali, Vincent Van Gogh, dan Pablo Picasso.

Meskipun masih baru, Dalivanpicasso sendiri cukup berkembang. Kalau awalnya Vincent hanya membuat dan menjual topi snapback, sekarang ia juga punya koleksi casing smartphone dan juga gulungan kabel earphone atau charger. Tema untuk topi yang ia buat juga semakin beragam, dari yang awalnya hanya karakter hewan, sekarang juga merambah ke karakter-karakter Marvel, DC Comics, dan beberapa karakter populer lainnya. Ia berharap ke depannya Dalivanpicasso sendiri tetap berkembang dan menjadi contoh untuk masyarakat, khususnya anak muda.

“Anda tidak harus memiliki modal yang sangat besar untuk memulai suatu usaha, yang paling penting adalah hanyalah sebuah sudut pandang ide yang berbeda,” tutupnya.


Kalau kamu tertarik dengan produk-produk handmade unik dari Dalivanpicasso, langsung saja kunjungi halaman di pakarinfo.

  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Pinterest
This div height required for enabling the sticky sidebar